Pukul tiga lebih sepuluh menit. Gadis di hadapanku masih
terdiam membisu, bibirnya bergerak-gerak kaku seperti orang gagu. Sepertinya ia
hendak mengatakan sesuatu. Namun segala yang ingin diucapkannya tak juga
keluar, bibirnya enggan mematuhi titah sanubarinya. Bumi menghormati gadis itu,
ia pun berhenti berputar. Awan-awan dan beburungan yang sedari tadi meramaikan
suasana taman kini tiba-tiba saja menghilang. Kata angin, kekalutan gadis itu
membuat mereka enggan mengepak mengangkasa.
Pukul tiga lebih tiga puluh menit. Gadis anggun yang duduk
di bangku taman itu masih terdiam membisu. Rona merah yang tadi menghiasi
pipinya berubah memuda dan kian memudar. Masih hening. Rupanya sedari tadi bumi
masih terdiam mengikuti gadis itu. Keheningan yang memilukan sum-sum tulang, hanya
ada desah tertahan.
Pukul tiga lebih empat puluh lima menit. Gadis itu masih
terdiam membisu bak orang gagu. Kini tangannya bergerak-gerak kecil mengusir bulir-bulir
kegelisahan yang beterbangan menghampiri. Tak ada suara meski berulang kali ia
kusapa. Hanya matanya yang berusaha mengucap sebuah kata, entah apa.
Pukul empat, sudah satu jam. Taman kota masih
menyenandungkan elegi kesunyian. Sepertinya bumi masih enggan berputar. Ah,
tanpa kusangka anak sungai membajiri
pipi pualam gadis itu.
“Hei, kamu kenapa?” tanyaku spontan, tidak sabar dengan
ketidakacuhan dan kediamannya. “ada yang bisa kubantu? Maaf, bukan bermaksud
ikut campur, tapi turasa kekalutan tak pantas menjadikan auramu kelabu. Kau
tahu, Tuhan tidak pernah menciptakan masalah tanpa jalan keluar,”
Tiba-tiba gadis itu menoleh. Perlahan. Masih dengan bola
mata yang gemerlap basah karena basuhan air mata. “Aku berjanji untuk bertemu kekasihku
di Taman Kota Sebelah. Tapi aku tersesat dan akhirnya tiba di taman kota ini. Aku
telah menunggu berjam-jam hingga mentari yang tadinya tepat di ubun-ubun
berpindah ke sebelah Barat. Namun ia tak kunjung datang menemuiku.” cerita gadis
itu panjang lebar.
“Lantas mengapa tak kau beri tahu kekasihmu itu untuk
menemuimu di taman ini?”
“Pulsaku habis. Aku belum mengenal kota ini hingga ke
sudut-sudutnya. Aku tak bisa menghubungi kekasihku.”
Dan tiba-tiba bumi memutuskan untuk kembali berotasi. Pepohonan
dan bangku taman terlihat miring. “Gubrak!” Aku terjatuh. Tak tahukah gadis
itu? Aku adalah seorang penjual pulsa.
Klik untuk membaca lanjutannya