Sample Text

Life is like a ferris wheel. Sometimes growin up to the sky, sometimes fallin to the ground. But no matter what happened, its always interesting to be enjoyed. Because life is never ending adventure

Selasa, 08 Januari 2013

Keengganan Menjadi Pejabat Pengadaan: Dilema Pemenuhan Indikator Pertumbuhan Nasional dan Kejerian akan Tuntutan Hukum

Selasa, 08 Januari 2013


Keengganan Menjadi Pejabat Pengadaan:
Dilema Pemenuhan Indikator Pertumbuhan Nasional dan Kejerian akan Tuntutan Hukum
Oleh: Muamaroh Husnantiya

Pendahuluan : Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PBJ
Dalam teori makroekonomi, terdapat beberapa pendekatan dalam perhitungan pendapatan nasional, salah satunya adalah pendekatan pengeluaran yang menyatakan bahwa Y = C + I + G + (X - M). Makna teori tersebut, secara garis besar adalah pertumbuhan ekonomi bisa diciptakan lewat konsumsi (C), belanja pemerintah (G), investasi (I), dan net ekpor (X-M).

Unsur-unsur tersebut sekaligus menjadi indikator dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Memang masih debatable, apakah indikator tersebut benar-benar mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya, namun sampai saat ini best practice masih menggunakan asumsi tersebut.
Faktor konsumsi dan belanja pemerintah menjadi titik tumpu dalam upaya peningkatan pertumbuhan nasional. Tentu saja karena dengan penduduk Indonesia yang berdasar hasil sensus terakhir di tahun 2010 jumlahnya mencapai 237.556.363 orang, tidak sulit untuk menigkatkan konsumsi.

Sari sisi belanja pemerintah, Indonesia memunyai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang jumlahnya mencapai ribuan triliun. Pada tahun 2013 anggaran untuk belanja adalah 1683 triliun dengan rincian belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.154,4 triliun dan transfer ke daerah Rp 528,6 triliun. Untuk belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja pegawai Rp 241,1 triliun, belanja barang Rp 167 triliun, belanja modal sebesar Rp 216,1 triliun, pembayaran bunga utang sebesar Rp 113,2 triliun.

Seperti yang telah kita ketahui, salah satu indikator dalam pertumbuhan nasional adalah besarnya realisasi unsur ‘G’ atau belanja pemerintah yang aalam APBN 2013 mencapai bilanga  1600 triliun. Faktanya, dalam realisasi belanja tersebut mau tidak mau pasti bersinggungan dengan pengadaan barang dan jasa.

Namun saat ini pengadaan di instansi pemerintah adalah merupakan salah satu penyumbang dalam pemenuhan penjara di Indonesia. Risiko dalam PBJ tidak pandang bulu, mulai dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota bahkan sampai tingkat Kepala Desa dapat dituntut jika ada kesalahan atau penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa. Penyebab maraknya korban yang harus mengiap di hotel prodeo karena pengadaan barang dan jasa bisa jadi disebabkan karena tiga hal: tertarik untuk melakukan penyelewengan, kambing hitam dari oknum yang melakukan penyelewengan, atau karena ketidakhati-hatian.

Kasus korupsi dalam proses PBJ di Indonesia  berjumlah hingga 3.423 kasus. Sementara itu 85 persen 173 kasus yang melibatkan kepala daerah juga merupakan kasus pengadaan barang dan jasa. Dari catatan KPK, lebih dari 70 persen adalah kasus pengadaan barang dan jasa. 90 Persen diantaranya terjadi saat perencanaan.

Ketakutan akan terjeratnya panitia pengadaan terhadap dugaan korupsi inilah yang menyebabkan kurang efektifnya beberapa pengadaan di Indonesia. Banyak orang-orang yang sebenarnya mampu dan berkompeten
Klik untuk membaca lanjutannya

0 komentar