Sample Text

Life is like a ferris wheel. Sometimes growin up to the sky, sometimes fallin to the ground. But no matter what happened, its always interesting to be enjoyed. Because life is never ending adventure

Rabu, 10 Oktober 2012

Larang, atau Izinkan Impor Garam?

Rabu, 10 Oktober 2012
Tulisan ini dibuat pada 29 Januari 2012, untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Keuangan Publik
Saat itu, isu yang sedang santer beredar adalah kritisasi mengenai kebijakan impor garam. Saya ingin mempublikasikan kembali bahasan mengenai hal ini, sekaligus menggumamkan, betapa mudahnya suatu isu tenggelam ditelan isu yang lainnya.

 Era globalisasi membawa gelombang perubahan dinamis dengan daya paksa tinggi. Mau tidak mau setiap negara dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan itu. Siapa yang tidak dapat beradaptasi, ia akan dihantam oleh gelombang perubahan itu sendiri. Dunia berubah seiring waktu yang berjalan, negara-negara saling bergantian memasuki fase yang berbeda dalam gelombang konjungtur ekonomi. Silih berganti dari masa ke masa, dari negara satu ke negara lain.

Pada era sebelumnya, sebuah negara—sangat dimungkinan—dapat membatasi jumlah barang dan jasa impor dari luar negeri dengan cara pengenaan pajak, kuota impor, bea dan cukai, maupun dengan peraturan lain. Namun kini, ketika era pasar bebas dimulai, batasan antar negara yang dulunya ada kini seolah menjadi lenyap. Batas itu hanyalah sebagai batas teritori hukum, dimana pada realitanya batas itu tidak ada. Orang, barang, dan jasa  dari suatu negara dapat dengan mudahnya berpindah dari satu negara ke negara lain.

Beberapa waktu lalu, Presiden SBY selaku pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi menyetujui kebijakan legalisasi impor garam. Reaksi yang berlebihan muncul dikalangan DPR. Mereka menyatakan bahwa hal tersebut akan mematikan petani-petani garam lokal. Sebagai imbas dari orasi salah satu anggota DPR tersebut, para grassroot perekonomian Indonesia yang terdiri dari rakyat kecil dan petani garam terhantam gelombang ketakutan yang sebetulnya tidak perlu ditakutkan. Anggota DPR dengan argumennya yang meyakinkan—namun tanpa dasar—berusaha meyakinkan ribuan rakyat Indonesia bahwa seharusnya presiden tindak membiarkan garam produksi luar negeri masuk ke Indonesia.

Salah satu stasiun televisi swasta tanpa mempedulikan netralitasnya sebagai insan jurnalis, terpengaruh opini DPR dan turut serta memojokkan pemerintah. Sebagai dampaknya, ribuan rakyat indonesia—tanpa didasari bekal pengetahuan yang cukup—ikut menyudutkan pemerintah. “Pemerintah adalah wakil rakyat tetpi tidak pro rakyat”, kalimat iulah yang menjadi senjata utama.

Di berbagai harian rakyat, baik media cetak maupun online, puluhan artikel bertajuk kebijakanimpor garam ini silih berganti menghiasi halaman utama. Baik artikel yang beraroma mendukung maupun yang mencerca kebijakan impor garam ini. Kedua belah pihak memiliki argumen masing-masing dalam mempertahankan pendapatnya mengenai kebijakan kontroversial ini.

Klik untuk membaca lanjutannya

0 komentar