Saat ini
taraf kesehatan masyarakat Indonesia masih rendah. Hal tersebut dinyatakan oleh
James Riandy, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Indutri (Kadin) Indonesia
bidang pendidikan dan kesehatan sebagaimana dilansir dari laman Republika
Online (29/05/13).
Fasilitas Kesehatan Masih Mahal? |
Apakah
kesehatan hanya menjadi hak masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi
menegah ke atas? Padahal masih banyak penduduk miskin di Indoneisa. Pada tahun
2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 29,13 juta jiwa.
Sebagaimana
amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, kesehatan merupakan
hak setiap warga negara. Hal tersebut termaktub dalam pasal 28H serta pasal 34
ayat (3) yang berbunyi, “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Salah satu upaya
pemerintah untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak sebagaimana amanat
konstitusi adalah melalui program OGB
yang diluncurkan pada tahun 1989.
Program OGB
atau Obat Generik Berlogo adalah salah satu program Kementerian Kesehatan yang
bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indoneisa melalui jaminan
ketersediaan obat berkualitas dan harga terjangkau bagi masyarakat. Regulasi
menegnai OGB lebih lanjut ditungkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan NO.
HK.0301/Menkes/146/I/2010 yang memuat harga obat generik terbaru.
Namun
sayang, OGB yang dicanangkan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat
malah kerap dipandang sebelah mata. Karena harganya yang lebih murah beberapa
kali lipat dibanding obat bermerk, OGB kerap dianggap sebagai obat yang kurang
manjur. Bahkan, beberapa kalangan masyarakat menganggap bahwa OGB diperuntukkan
untuk masyarakat yang kurang mampu.
Realita Anggapan Masyarakat terhadap
OGB
"Obatnya pakai obat generik saja ya, Bu?“ saran seorang dokter sembari menulis resep obat.
"Ah, saya tidak mau mengosumsi obat generik, lebih baik obat bermerk saja walaupun lebih mahal. Biar cepat sembuh. Obat bermerk kan kualitas dan keampuhannya lebih terjamin. Ana rega, ana rupa.”
"Ah, saya tidak mau mengosumsi obat generik, lebih baik obat bermerk saja walaupun lebih mahal. Biar cepat sembuh. Obat bermerk kan kualitas dan keampuhannya lebih terjamin. Ana rega, ana rupa.”
Realita
tersebut kerap kali kita temui di masyarakat. Meski telah dipasarkan lebih dari
15 tahun, masih banyak kalangan masyarakat yang kurang percaya pada khasiat
OGB.
Salah satu
pepatah Jawa mengatakan, ana rega ana
rupa. Pepatah tersebut berarti kualitas suatu barang ditentukan oleh harganya,
semakin mahal harga suatu produk, maka semakin baik kualitasnya. Karena pepatah
tersebut, harga OGB yang murah malah kerap menjadi bumerang. Karena harganya
yang murah, OGB sering dianggap kurang berkualitas dan kurang ampuh. Karena
harganya yang murah juga, OGB sering dianggap sebagai obat kelas dua untuk
masyarakat kurang mampu.
Benarkah
keampuhan OGB di bawah obat bermerk? Benarkah kualitas OGB dipertanyaan karena
harganya yang murah? Benarkah OGB merupakan obat kelas dua?
Sekilas Tentang OGB
Obat-obatan
yang yang dipasarkan di apotek maupun rumah sakit umumnya dikatagorikan menjadi
dua, yakni obat paten dan obat generik. Obat generik sendiri terdisi dari dua
jenis yakni obat generik berlogo atau yang sering disebut sebagai OGB dan obat
generik bermerk dagang.
Jenis
pertama, yakni obat paten adalah obat yang masih berada dalam masa paten. Di
Indonesia, masa paten suatu obat baru adalah selama 20 tahun. Pada masa paten
tersebut, obat tidak boleh ditiru atau diproduksi oleh perusahaan farmasi lain.
Perusahaan yang memroduksinya harus membayar royalti kepada pemilik paten obat.
Salah satu alasan mengapa obat paten lebih mahal adalah karena perlunya biaya
tinggi untuk penelitian dan riset obat baru.
Jenis
kedua, yakni obat Generik adalah obat yang telah habis masa patennya,
sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalti. Ada dua jenis obat generik, yakni obat generik bermerek dagang dan
obat generik berlogo. Pada obat bermerk dagang, kandungan zat aktif pada obat itu
diberi nama (merek) sesuai keingin pabrik pembuat obat. Pembeda signifikan
antara dua jenis obat generik tersebut adalah harga dan kemasan.
Logo OGB |
OGB sangat
mudah dikenali. Ciri khas OGB adalah dari logo lingkaran hijau bergaris-garis
putih dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo
tersebut menunjukan bahwa obat generik berlogo yang bersangkutam telah lulus
uji kualitas, khasiat, dan keamanan. Sedang garis-garis putih menunjukkan
filosofi kasamaraatan, yakni bahwa OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan
masyarakat.
Kandungan, Proses, dan Kualitas OGB, Sama
dengan Obat Paten
Baik obat
paten, OGB, maupun obat bermerk dagang memiliki kandungan zat aktif yang sama. Proses
pembuatan dan produksi obat generik pun sama dengan cara pembuatan obat paten.
Dalam
pembuatan obat generik, perusahaan pembuat obat generik harus menyesuaikan
formula yang akan dibuat dengan formula inventor (penemu) obat paten. Dalam proses penyesuaian tersebut juga
dilakukan uji biokivalen agar efek obat sama dengan produk inventor. Biaya uji
biokivalen tergolong tidak kecil, yakni antara 400 hingga 500 juta per item.
Dengan
kandungan dan proses pembuatan yang sama, obat generik memiliki keampuhan yang
sama dengan obat paten. Namun, obat generik berlogo lebih murah karena mendapat
subsisdi pemerintah dan diproduksi secara massal dengan tingkat efisiensi yang
tinggi.
Lantas,
bagaimana dengan kualitas OGB? Samakah dengan obat paten dan obat bermerk?
Meski
harganya relatif terjangkau, bukan berarti semua perusahaan farmasi lantas
boleh memproduksi OGB. Terdapat beberapa macam standardisasi agar sebuah
perusahaan farmasi atau produsen obat diakui oleh industri farmasi. Standar
tersebut antara lain dimilikinya sertifikat COA dan sertifikat Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) oleh suatu produsen obat.
OGB hanya
boleh diproduksi oleh perusahaan farmasi yang memiliki sertifikat (CPOB).
Karena itu, kualitasnya OGB ini terjamin karena mendapat jaminan dari pemerintah.
Serupa dengan obat paten, OGB juga memiliki standarisasi tinggi yakni dengan
bioavailabilitas harus persis sama dengan obat paten maupun bermerek.
Dengan
adanya satndar-standar tersebut, dapat dipastikan bahwa kualitas OGB tidak
kalah dengan obat paten maupun obat bermerk. Baik OGB maupun obat bermerk dapat
menyembuhkan penyakit dengan kecepatan penyembuhan setara, jika diberikan dalam
dosis serta jangka waktu interval yang sama.
Rahasia di Balik Harga Ekonomis OGB
Dengan
kandungan, proses, dan keampuhanyang sama, mengapa OGB lebih murah? Bukankah
sewajarnya kualitas dan kandungan yang sama akan menyebabkan harga yang juga
sama?
Obat Bermerk Lebih Mahal dari OGB |
Alasan
utama mengapa OGB memiliki harga yang murah adalah karena harga OGB diatur oleh regulasi pemerintah. Regulasi
tersebut bertujuan agar obat dapat
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Akibat regulasi tersebut, produsen obat generik tidak dapat menentukan
harga pasaran obat semau sendiri.
Pada obat
bermerek, tidak ada ketetapan ceiling price (harga tertinggi) oleh pemerintah.
Produsen obat lebih leluasa menetapkan harga sesuai dengan biaya produksi,
biaya pemasaran, dan keuntungan yang diinginkan.
Faktor
pembeda harga antara OGB dan obat bemerk terutama disebabkan oleh biaya
pemasaran dan penyajian kemasan. OGB memiliki kemasan yang lebih sederhana
dibanding obat bemerk sehingga biaya produksi lebih murah. Selain itu, biaya
pemasaran OGB ditanggung oleh subsidi pemerintah, berbeda dengan obat bemerk
yang biaya pemasarannya dibebankan pada konsumen. Itulah mengapa harga OGB
lebih murah.
Dengan
kualitas dan kekuatan penyembuhan yang sama, lebih baik pilih OGB. Kualitas
tetap memukau, harga lebih terjangkau.
Karya tulis
ini dibuat dalam rangka Sosialisasi Obat Generik Berlogo oleh Dexa Medica.
0 komentar:
Posting Komentar
Tulis kritik, saran, ato komentar sesuka kamu^^