Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu
Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keempat.
Kenapa
langit warnanya biru?
Kemaren kan udah dijelaskan, Pak.
Jawab saja.
Cahaya itu gelombang. Merah, Kuning, Orange itu gelombang panjang. Biru itu gelombang pendek. Sedangkan atmosfer itu satu frekuensi dengan gelombang pendek terutama warna biru. Jadi, atmosfer menahan dan menghamburkan warna biru itu di langit. Itu mengapa langit warnanya biru, Pak.
-Penggalan percakapan dalam film Habibie Ainun-
*****
Suatu
ketika, pernah terbesit dalam benakku, mungkin aku adalah anak langit. Rasaku
bergantung pada langit, dan langit menyayangiku dengan warna-warnanya.
Ketika resah
tiba-tiba datang berkunjung, aku hanya perlu memandang langit. Lantas ia akan
memberiku sebuah senyum yang berwarna biru. Dan seketika, bum! Warna kelabu
yang sebelumnya menyelimuti hatiku, hilang begitu saja.
Aku betah
duduk bermenit-menit, bahkan berjam-jam hanya untuk memandangi langit. Aku tak
peduli ketika leherku teleh merasa pegal dan cengang karena terlalu lama
mendongak. Mungkin, jika tak mempunyai kewajiban lain di dunia ini, aku bisa
saja duduk berhari-hari atau berbulan-bulan untuk memandang langit.
Mungkin aku adalah anak langit.
Karena
ketika
sedih datang menghampiri, maka aku akan mengadu pada langit. Kemudian
dengan senyumnya yang berwarna biru ia akan menghapus kesedihanku. Dengan
birunya, ia memberiku ketenangan tiada tara. Langit bercerita padaku, biru
berarti setia, penuh cinta, menangkan, walau terkadang penuh kecemasan dan
sukar untuk rileks. Ya, aku tau langit mencintaiku dengan birunya. Katanya, tak
perlu bersedih, karena selalu ada yang mencintaiku, terasuk dirinya.
Ketika lara
masih juga melukaiku, langit akan menghiburku dengan senyumnya yang berwarna semburat
putih. Komposisi yang indah, bagai sebuah lukisan karya sang maestro. Langit
bercerita, putih berarti damai, suci, sempurna. Kata langit, tak perlu bersedih
karena kedamaian berasal dari dalam hati. Tak perlu bersedih, karena kesedihan
berasal dari dalam diri dan diri sendiri lah yang dapat menghapusnya.
Ciptakanlah rasa damai, maka kesedihan itu akan luluh seketika.
Mungkin aku
memang anak langit.
Karena ketika
seutas senyum berhasil mengembang di bibirku seusai menangis, maka langit akan
menghadiahkan jutaan lukisan indah yang lain. Lukisan-lukisan biru putih yang
meliarkan imaji dalam kepalaku. Katanya, ia suka melihat dahiku berkerut,
alisku bertaut merapat, dan kemudian membelalak terpesona ketika sedang memikirkan makna di balik lukisannya.
Aku pernah mengatakan
pada langit, betapa aku menyukai dirinya. Dan langit menunjukkan senyumnya yang
juga berwarna biru, sebuah senyum penuh cinta. Ketika aku mengatakan betapa aku
mengagumi keindahannya yang maha luas, betapa aku mengagumi pancarannya yang
biru bening, ia menghadiahiku warna-warni jingga yang kian mempesonaku. Katanya, jingga berarati kesenangan, semangat,
dan rasa ingin tahu yang besar.
Mungkin aku
benar-benar anak langit.
Ketika aku
mengadukan padanya betapa tersingkirnya aku dari alam inspirasiku, ia akan
memberiku sejuta inspirasi melalui warna senjanya. Semburat kuning dan jingga
kemerahan di ufuk barat. Katanya kuning berarti imajinasi, kepandaian, dan
kebahagiaan. Titahnya, cukuplah aku memandang senyumnya di kala senja, senyum
yang berwarna kuning kejinggaan, maka inspirasi akan datang menghampiriku.
Mungkin
akulah anak kecintaan langit. Karena ketika sejuta kupu-kupu menggelitik
perutku dan memenuhi rongga dadaku dengan kebahagiaan, maka aku aku akan membaginya
pada langit. Dan ia membalas ceritaku dengan mengisahkan kisah raja-raja di
masa lampau yang terekam dalam memori para bintang. Langit akan menggelar
pertujukan hebat untukku. Pertunjukan maha megah dengan latar hitam pekat dan
pemeran utama berupa bintang-bintang yang terus berkilauan.
Ketika
insomnia menjangkitiku hingga aku merasakan sesak karena tak dapat memejamkan
mata, langit menghadiahiku dengan senyumnya yang berwarna hitam kelam. Senyum
yang memberiku ketenangan hingga aku dapat melupakan sejenak semua masalah dan
memejamkan mataku.
Mungkin aku
benar-benar anak langit.
Karena,
setiap malam, ketika mataku mulai terpejam, langit akan mendongengiku dengan
kisah para ksatria yang tewas dalam peperangan dan berubah menjadi bintang. Ia
akan terus mendongengiku hingga aku terlelap.
Aku suka
warna-warni senyum sang langit. Tidak hanya biru. Namun juga jingga-kuning,
putih, dan hitam. Semua warna senyumnya. Karena aku adalah anak langit, aku
menyukainya, dan langit juga menyukaiku.
Pernah
langit bertanya padaku. Mengapa aku begitu menyukai memadang warna-warna senyumnya
yang terus menerus berubah seiring putaran pasir waktu. Katanya lagi, bukankah
dalam duniaku orang-orang pandai telah menemukan pewarna sintetis yang dapat
menduplikasi warna-warna senyumnya.
Dan aku
hanya menjawab, “karena aku menyukai semua warna senyummu. Tidak ada datu pun
di dunia ini yang dapat menyamai warna senyummu. Semirip apapun, warna sintetis
hanyalah tiruan.”
Dan
kemudian langit bertanya, “Bagaimana dengan senyum laut? Ia saudaraku, tentu
saja ia memiliki senyum biru yang sama dengan ku. Apakah kau juga menyukainya?”
Aku hanya menjawab dengan senyumku yang berwarna biru. Tentu saja.
Jadi ketika
ada orang yang bertanya apa warna kesukaanku, aku akan menyebutkan namamu.
Langit.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Referensi: http://www.merdeka.com/gaya/11-jenis-kepribadian-sesuai-warna-favorit.html
Foto: Dokumentasi Pribadi
Referensi: http://www.merdeka.com/gaya/11-jenis-kepribadian-sesuai-warna-favorit.html
0 komentar:
Posting Komentar
Tulis kritik, saran, ato komentar sesuka kamu^^