Keengganan Menjadi Pejabat Pengadaan:
Dilema Pemenuhan Indikator Pertumbuhan Nasional dan Kejerian
akan Tuntutan Hukum
Oleh: Muamaroh Husnantiya
Pendahuluan : Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PBJ
Dalam teori makroekonomi, terdapat beberapa pendekatan dalam
perhitungan pendapatan nasional, salah satunya adalah pendekatan pengeluaran
yang menyatakan bahwa Y = C + I + G + (X - M). Makna teori tersebut, secara
garis besar adalah pertumbuhan ekonomi bisa diciptakan lewat konsumsi (C),
belanja pemerintah (G), investasi (I), dan net ekpor (X-M).
Unsur-unsur tersebut sekaligus menjadi indikator dalam
menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Memang masih debatable, apakah
indikator tersebut benar-benar mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang
sesungguhnya, namun sampai saat ini best practice masih menggunakan asumsi
tersebut.
Faktor konsumsi dan belanja pemerintah menjadi titik tumpu
dalam upaya peningkatan pertumbuhan nasional. Tentu saja karena dengan penduduk
Indonesia yang berdasar hasil sensus terakhir di tahun 2010 jumlahnya mencapai 237.556.363
orang, tidak sulit untuk menigkatkan konsumsi.
Sari sisi belanja pemerintah, Indonesia memunyai APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang jumlahnya mencapai ribuan
triliun. Pada tahun 2013 anggaran untuk belanja adalah 1683 triliun dengan
rincian belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.154,4 triliun dan transfer ke
daerah Rp 528,6 triliun. Untuk belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja
pegawai Rp 241,1 triliun, belanja barang Rp 167 triliun, belanja modal sebesar
Rp 216,1 triliun, pembayaran bunga utang sebesar Rp 113,2 triliun.
Seperti yang telah kita ketahui, salah satu indikator dalam
pertumbuhan nasional adalah besarnya realisasi unsur ‘G’ atau belanja
pemerintah yang aalam APBN 2013 mencapai bilanga 1600 triliun. Faktanya, dalam realisasi
belanja tersebut mau tidak mau pasti bersinggungan dengan pengadaan barang dan
jasa.
Namun saat ini pengadaan di instansi pemerintah adalah
merupakan salah satu penyumbang dalam pemenuhan penjara di Indonesia. Risiko
dalam PBJ tidak pandang bulu, mulai dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
bahkan sampai tingkat Kepala Desa dapat dituntut jika ada kesalahan atau
penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa. Penyebab maraknya korban yang
harus mengiap di hotel prodeo karena pengadaan barang dan jasa bisa jadi
disebabkan karena tiga hal: tertarik untuk melakukan penyelewengan, kambing
hitam dari oknum yang melakukan penyelewengan, atau karena ketidakhati-hatian.
Kasus korupsi dalam proses PBJ di Indonesia berjumlah hingga 3.423 kasus. Sementara itu 85
persen 173 kasus yang melibatkan kepala daerah juga merupakan kasus pengadaan
barang dan jasa. Dari catatan KPK, lebih dari 70 persen adalah kasus pengadaan
barang dan jasa. 90 Persen diantaranya terjadi saat perencanaan.
Ketakutan akan terjeratnya panitia pengadaan terhadap dugaan
korupsi inilah yang menyebabkan kurang efektifnya beberapa pengadaan di
Indonesia. Banyak orang-orang yang sebenarnya mampu dan berkompeten
dalam pengadaan
namun tidak mau menjadi panitia pengadaan atau sengaja tidak meluluskan dirinya
dalam sertifikasi PBJ agar tidak menjadi panitia pengadaan. Sebuah dilema,
karena di sisi lain belanja pemerintah merupakan salah satu indikator dalam
mengejar pertumbuhan ekonomi, namuan di sisi lain seorang pejabat pengadaan
sangat rawan terhadap tuntutan hukum.
Pembahasan: Syarat Penjabat Pengadaan dan Maraknya
Keengganan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut
dengan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) adalah kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Dalam
pelaksanaan PBJ di suatu satuan kerja (satker), pihak-pihak yang terlibat
diantaranya adalah:
- PA/KPA
- PPK
- ULP / Pejabat Pengadaan
- Penyedia BJ
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 atas nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa, ULP, Pejabat Pengadaan, dan PPK wajib memiliki sertifikat keahlian
PBJ. Oleh karena itu, lembaga-lembaga diklat pemerintah kemudian
menyelenggarakan diklat PBJ untuk membekali calon-calon pelaksana PBJ dengan
ilmu dan keahlian di bidang PBJ. Diharapkan pula setelah mengikuti diklat, para
peserta akan lulus ujian sertifikasi PBJ hingga memperoleh sertifikat keahlian
PBJ. Berbekal sertifikat tersebut, mereka kemudian akan dilibatkan dalam
pelaksanaan PBJ di satker masing-masing.
Pasal 1 Angka 7 Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa “Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 1 Angka 9 Perpres No. 54
Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki
Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa”
Dari definisi tersebut jelas bahwa dalam pengadaan
barang/jas PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan
pejabat pengadaan adalah pejabat yang melaksanakan, kedudukan Pejabat Pengadaan
secara fungsi sama dengan ULP.
PPK dan Pejabat Pengadaan ditetapkan oleh PA/KPA sebagaimana
disebutkan dalam pasal 8 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010. Penetapan PPK
dilakukan berdasarkan persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3), yaitu :
- memiliki integritas;
- memiliki disiplin tinggi;
- memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
- mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
- menandatangani Pakta Integritas;
- tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau bendahara; dan
- memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Adapun persyaratan manajerial yang dimaksud ayat (2) huruf c
sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah
- berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
- memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
- memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Khusus untuk PPK di daerah berdasarkan pasal 127 huruf c
yang mengatur ketentuan masa transisi menentukan bahwa terhitung sejak 1
Januari 2012 wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. Adapun persyaratan
untuk ditetapkan sebagai Pejabat Pengadaan adalah berdasarkan pasal 17 ayat
(1), yaitu :
- memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
- memahami pekerjaan yang akan diadakan;
- memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;
- memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;
- tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan;
- memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan
- menandatangani Pakta Integritas.
- Keengganan Lulus Dikat dan Menjadi Pejabat Pengadaan
Mengutip dari jurnal yang ditulis oleh Sy. Nani Rahmani,
Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Medan di website BD Medan, ia menyatakan
bahwa ditemukan fakta bahwa ada keberatan dari peserta untuk lulus diklat
karena khawatir ditunjuk jadi PPK atau ULP maupun pejabat pengadaan. Menurut
Nani, biasanya para peserta yang enggan lulus diklat tersebut beralasan bahwa
tanggung jawab yang akan dipikul ketika melaksanakan PBJ sangat berat sementara
honor yang diterima tidak sebanding dengan resiko yang dihadapi.
Rata-rata peserta tersebut mengkhawatirkan kasus-kasus
pemeriksaan oleh pihak kepolisian maupuk KPK karena proses pengadaan barang dan
jasa yang mereka tangani. Tidak sedikit pejabat yang diperiksa oleh pihak
kepolisian maupun kejaksaan bahkan KPK, karena diduga melakukan pelanggaran
peraturan pengadaan. Bahkan sebagian telah menikmati pahitnya hotel prodeo. Ada
saja kesalahan yang ditemukan oleh para penegak hukum dan belum lagi yang harus
menghadapi premanisme dalam proses pengadaan.
Mungkin maraknya pejabat yang terjerat kasus dan terpaksa
menginap di hotel prodeo merupakan dampak positif dari kebijakan pemerintah
yang membuka kesempatan seluas-luasnya bagi transparansi di seluruh instansi
pemerintah.
Berdasarkan Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah
dengan PP 70 tahun 2012, semua pihak
termasuk masyarakat dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK, ULP
atau Pejabat Pengadaan, maupun penyedia Barang/Jasa. Pengaduan tersebut
selanjutnya akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian,
ada harapan besar dimana tidak akan terjadi lagi penyelewengan dalam
pelaksanaan PBJ sehingga masyarakat akan merasakan pembangunan yang
sesungguhnya didedikasikan bagi kesejahteraan mereka.
Akibat positif lain dari ketertiban dalam penindakan hukum
pengadaan barang dan jasa adalah terserapnya anggaran belanja pemerintah secara
efektif sehigga tidak masuk ke kantong yang salah. Hal ini tentunya juga akan
meningkatkan nilai indikator pertumbuhan nasional.
Namun demikian, jika mindset tentang kekhawatiran menjadi
PPK atau Penjabat Pengadaan maupun ULP masih belum berubah, penyelenggaraan
diklat PBJ yang membutuhkan pengeluaran negara yang tidak sedikit jumlahnya bisa
menjadi kurang maksimal. Mungkin hanya sedikit dari peserta diklat yang lulus
dan memperoleh sertifikat keahlian PBJ. Akibat lebih lanjut, bisa jadi satker
akan kekurangan tenaga untuk melaksanakan PBJ.
Dampak Negatif Keenganan Menjadi PPK dan Pejabat Pengadaan
Berikut beberapa kemungkinan dampak yang timbul jika satker
tidak memiliki tenaga yang handal di bidang PBJ atau tidak memiliki sertifikat
keahlian PBJ :
1. Tidak Berjalannya Program Satker
Seperti yang dipahami, setiap satker menyusun Rencana Kerja
dan Anggaran Kemetrian/Lembaga (RKAKL) sebelum tahun anggaran berjalan. RKAKL
yang telah disetujui dan akhirnya disahkan dalam APBN, kemudian akan diturunkan
kepada masing-masing Kementrian/Lembaga dalam bentuk Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). Berdasarkan DIPA inilah, satker melaksanakan kegiatan yang
telah direncanakan.
Untuk melaksanakan kegiatan, satker membutuhkan barang dan
jasa tertentu yang diperoleh dari proses PBJ. Jika tidak ada yang bersedia
melaksanakan proses tersebut atau tidak ada yang memenuhi syarat karena tidak
memiliki sertifikat keahlian PBJ, tentu saja kegiatan satker akan terhenti.
Bagaimana mungkin kegiatan operasional satker dapat terlaksana jika tidak ada
ATK maupun peralatan operasional lainnya.
2. Gagalnya Proyek Pembangunan
Sama seperti kegiatan yang tidak dapat dijalankan,
pembangunan berbagai proyek pemerintah juga akan gagal karena tidak ada pegawai
yang berkompeten dan memenuhi persyaratan untuk melaksanakan proses PBJ. Banyak
dampak negatif yang terjadi dari tidak berjalannya proyek pembangunan.
Jika proyek tidak berjalan karena tidak ada yang bersedia
atau berkompeten menjadi pejabat pengadaan, maka yang terjadi adalah jalanan
rusak dan berlubang, gedung-gedung kantor maupun sekolah rubuh dimakan usia,
tidak ada pengijauan di jalan, dan sebagainya.
3. Menutup Pertumbuhan Lapangan Kerja
Pelaksanaan kegiatan maupun pembangunan oleh pemerintah
memungkinkan dibukanya lapangan kerja bagi masyarakat. Meningkatnya lapangan
kerja bagi masyarakat berarti menjadi salah satu unsur pendukung dalam
pertumbuhan nasional.
Pembangunan gedung, pengecatan jalan, pembuatan taman,
semuanya membutuhkan tenaga kerja. Ini akan membantu masyarakat umum untuk
memperoleh penghasilan sehingga bisa menghidupi keluarganya. Jika kegiatan dan
pembangunan proyek pemerintah tidak berjalan, maka akan menutup jalan bagi
masyarakat memperoleh pekerjaan. Akibatnya, angka pengangguran akan bertambah.
4. Menurunnya Angka Pertumbuhan Nasional
Ketika
pengadaan barang dan jasa yang terlaksana tidak maksimal, aka akan ada banyak
anggaran belanja yang tidak terealisasi. Sebagai akibat dari hal tersebut,
nilai “G” atau belanja pemerintah dalam pendekatan pengeluaran dalam
perhitungan pendapatan nasional akan menurun. Hal tersebut berarti nilai
pertumbuhan nasional pun akan menurun.
Menurunnya
pertumbuhan nasional ini juga disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan dan
sedikitnya jumlah uang yang beredar karena sedikitnya PBJ.
Solusi atas Kekhawatiran
Memang belanja pemerintah dan efektifitas pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa merupakan hal vital dalam pertumbuhan pembangunan
nasional. Namun di sisi lain, kekhawatiran menjadi pelaksana PBJ juga tidak
bisa dinafikan begitu saja. Apalagi melihat banyaknya kasus yang menyeret
beberapa oknum ke meja pengadilan.
Mempertimbangkan hal tersebut, mengutip jurnal yang ditulis
oleh Sy. Nani Rahmani, ia menawarkan
beberapa solusi. Solusi ini diharapkan akan menumbuhkan kesadaran dan memberi
motivasi bagi para calon pelaksana PBJ seperti PPK, Pejabat Pengadaan dan ULP
untuk melaksanakan tugas dan amanah dengan sebaik-baiknya tanpa perlu merasa
takut dan terancam.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjadi
pejabat pengadaan.
1. Kesadaran moral.
Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan dalam proses PBJ, meskipun
menurut beberapa orang tidak sebanding dengan resiko yang dihadapi, merupakan
amal yang manfaatnya sangat besar bagi sangat banyak orang.
Misalnya, dengan berjalannya proyek pembangunan, PPK,
Pejabat Pengadaan dan ULP telah berjasa membuka lapangan kerja bagi orang-orang
yang sangat membutuhkan. Selain itu, dengan turut berpartisipasi dalam proses
pengadaan barang dan jasa, berarti kita telah menyumbangkan sedikit tenaga kita
untuk pertumbuhan nasional.
2. Menjalankan tugas sesuai peraturan.
Perpres 54 tahun 2010 yang telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 merupakan rambu utama dalam melaksanakan
kegiatan PBJ. Pemahaman atas peraturan-peraturan yang terkait PBJ secara
komprehensif akan membantu PPK, Pejabat Pengadaan dan ULP untuk berjalan di
atas koridor yang benar. Peraturan ini dapat dijadikan dasar pembelaan diri
jika ada yang mempertanyakan atau mengkritisi jalannya PBJ.
Bahkan, ketika mengalami keraguan atau ketidakpahaman, terdapat
website Lembaga Kebijakan PBJ Pemerintah (LKPP) yang membuka kesempatan dialog
dan tanya jawab seluas-luasnya. Selain Perpres 54 2010, Perpres 70 2012, dan
website LKPP, juga terdapat lembaga Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia.
Singkatnya, para pegawai tidak perlu takut akan melakukan
kesalahan. Yang penting adalah bagaimana menjalankan seluruh proses sesuai
dengan peraturan yang ada.
3. Dukungan pimpinan sehingga terjamin di mata hukum.
Pimpinan satker yang notabenya merupakan Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) diharapkan juga menguasai peraturan
yang terkait dengan PBJ, khususnya Perpres No. 54 tahun 2010 dan 70 tahun 2012.
Jika mengetahui dan yakin bahwa PPK, Pejabat Pengadaan maupun ULP telah
menjalankan PBJ dengan baik dan benar, sudah selayaknya Pimpinan satker memberi
dukungan dan pembelaan penuh. Bahkan jika mereka tersandung masalah.
Pimpinan juga diharapkan bersedia menjalankan peraturan
dengan lurus. Jangan sampai kesalahan PPK ataupun Pejabat Pengadaan dan ULP
justru disebabkan karena adanya “pesanan” dari Pimpinan satker.
4. Diklat PBJ untuk calon penyedia Barang/Jasa.
Semua pihak yang terlibat dalam kegiatan PBJ, tidak
terkecuali para calon penyedia BJ, sudah seharusnya menguasai semua peraturan
yang terkait PBJ. Jika mereka menguasai peraturan dan melaksanakan dengan benar
dan sesuai aturan, diharapkan mengurangi atau menghilangkan kemungkinan
peyimpangan yang berasal dari mereka.
Simpulan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) merupakan
kegiatan yang sangat vital bagi pelaksanaan kegiatan dan pembangunan. PBJ juga
merupakan salah satu kegiatan yang berperan penting dalam realisasi belanja
pemerintah (G) yang menurut teori ekonomi, khususnya dalam pendekatan
pengeluaran perhitungan pendapatan nasional, akan meningkatkan angka
pertumbuhan ekonomi.
Memang banyak pejabat pengadaan yang di kemudian hari
terjerat proses hukum, dan beberapa terkena pidana, namun hal ini tidak menutup
kemungkinan akan dilaksanakannya proses PBJ dengan benar dan aman. Tidak semua
proses pengadaan menjadi incaran para penegak hukum karena proses pengadaan
tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
PBJ yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan akan memberi
manfaat yang sangat besar bagi masyarakat. Tidak hanya pembangunan dan
pelayanan yang dapat dirasakan oleh masyarakat, namun juga keuntungan materil
maupun moril. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PBJ
di kantor-kantor pemerintah perlu menyadari betapa pentingnya pelaksanaan PBJ
terhadap pertumbuhan nasional.
Daftar Pustaka
Januardani, Vidi. 2012. Puasa Menata Mentalitas Para Pihak
Pengadaan, (Online), (http://vidije.blogspot.com/2012/07/puasa-menata-mentalitas-para-pihak.html,
diakses pada 3 Januari 2013).
Mustafa, Khalid. 2012. PPK Tidak Sekadar Tanda Tangan
Kontrak, (Online), http://www.khalidmustafa.info/2012/01/16/ppk-tidak-sekedar-tanda-tangan-kontrak.php,
diakses pada 3 Januari 2013).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun
2012tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Rahmani, Nani. 2012. Ngurusin PBJ? Kenapa Harus
Takut?,(Online),(http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/medan/index.php?option=com_content&view=article&id=153:ngurusin-pbj-kenapa-harus-takut&catid=10:umum,
diakses pada 3 Januari 2013)
Wibowo, Agung. 2012. Ekonomi Terbuka, (Online), (http://agung7wibowo.blogspot.com/2012/07/ekonomi-terbuka.html,
diakses pada 3 Januari 2013).
8 Januari 2013,
Untuk memenuhi mata kuliah Pengadaaan Barang dan Jasa.
Saya lulus sertifikasi PBJ, yang katanya, banyak pegawai
yang samai tes berkali-kali dan tidak lulus. Tapi kelak, maukah saya jadi ULP
atau Pejabat Pengadaan? Entah.
0 komentar:
Posting Komentar
Tulis kritik, saran, ato komentar sesuka kamu^^